BERMIMPILAH !

DAN PADA BAYANG-BAYANG YANG JATUH DI SELASAR SAAT HUJAN..
PADA DIRIKULAH, AKU TERBANG..
MENGEMBANGKAN SAYAP PEMBERIAN..
MENDAKI KEDALAMAN, BERTARUNG DENGAN MALAPETAKA..
AKULAH, SEORANG BIASA..
DENGAN MIMPI-MIMPI DI LUAR BATAS KEPALA..

19 Jul 2011

GALUH, CINTA YANG HILANG

Desa Dadapan, adalah desa yang tenang. Namun ketenangan itu tak pernah ada dirumah seorang janda, orang-orang desa memanggilnya Mbok Rondo Dadapan.
Ia adalah ibu dari empat orang putri. Ayu Worokawuri yang Bengal, Ratih Sanggarani yang Centil, Kanthi Prabasari yang pesolek, dam Galuh Candrakirana yang pemalu. Namun entah mengapa Mbok Rondo lebih menyayangi ketiga anaknya yang terlahir lebih dulu, Ayu, Ratih dan Kanthi. Sedangkan Galuh banyak mendapat siksaan daripada kasih sayang. Ada kabar burung yang mengatakan bahwa Galuh bukan anak kandung Mbok Rondo. Dan setiap kali Galuh bertanya tentang itu maka benda terdekat dari si Mbok akan melayang kepadanya, entah mengapa.
Pagi ini Galuh pergi ke sungai untuk tugas hariannya, mencuci baju keluarga. Dan setiap pagi pula ia akan mencuci sembari berkeluh kesah kepada Sang Pengasih. Berdua saja.
Galuh :”Duh Gusti, kenapa aku masih saja menjadi bulan-bulanan
ibu dan kakakku. Padahal segala perintah mereka kukerjakan , setiap permintaan mereka pun aku turuti. Namun tetap saja aku selalu dianiaya. Kesalahan kecil tak dapat mereka terima, bahkan saat aku melakukan pekerjaanku dengan benar tetap saja salah di mata mereka. Tamparan adalah hal yang biasa dan kalau sedang beruntung gagang sapulah yang akan melayang ke arahku.
(menghela nafas panjang, mata terlihat sangat sayu , mengiba)
Memar semua rasanya. Tidak hanya tubuhku tetapi juga hatiku. Seakan aku binatang yang mereka dapatkan dengan cuma-cuma untuk dijadikan budak. (menyingkap jariknya yang lusuh seraya menatap nanar pada memar-memar berwana ungu disekujur pahanya)
Saat dirinya mengadu pada Sang Perkasa itu, Galuh lengah. Tiba-tiba saja tanpa disadarinya jarik kesayangan Mbok Rondo dan sebuah selimut besar di hadapannya hanyut terbawa arus sungai yang deras. Galuh baru menyadari cuciannya lenyap, jauh bersama air sungai. Galuh kelabakan. Dia panik luar biasa.
Galuh :”jarikku!! Kemulku!! Tunggu!”
Galuh tergopoh-gopoh menjangkau jarik dan selimutnya yang kian menjauh, tangannya sudah tidak sanggup lagi meraih kedua benda itu. Ia memutuskan untuk mengikutinya dari sisi sungai, karena Galuh tidak mungkin ke tengah sungai, ia bisa ikut terseret nantinya. Jalan di sisi sungai tidaklah mudah, Galuh terpeleset saat mencoba berlari, bahkan ia sempat akan jatuh karena jalan itu dipenuhi batu-batu dan teramat licin. Keadaan ini menyulitkannya. Akibatnya, Galuh tertinggal jauh di belakang dan cuciannya lenyap ke muara.
Galuh :”Bagaimana ini? Aku tidak mungkin pulang tanpa jarik dan selimut itu. Aku bisa dimakan hidup-hidup oleh si Mbok dan kakak.
Dengan ketakutan Galuh terus saja megikuti arus sungai dari tepi,untuk menemukan cuciannya. Di tengah perjalanan ia bertemu seorang laki-laki setengah baya yang sedang memandikan kudanya.
Galuh :”Paman, permisi.”
Paman :”Iya Nduk, ada apa ya?”
Galuh :”Saya ingin bertanya, apakah Paman tadi melihat ada jarik putih dan selimut berwarna coklat gading melintas di sungai ini? Saat saya sedang mencuci tadi, keduanya terbawa arus sungai.” (Galuh gugup sekali, ketakutan akan hilangnya jarik dan selimut si Mbok membuatnya terlihat kepayahan dan wajahnya pucat)
Paman :”Waduh, maaf Nak tetapi paman tidak melihat jarik ataupun selimut. Daritadi paman disini tetapi tidak ada pakaian yang hanyut sama sekali.”
Galuh :”Paman yakin?”
Paman :”Iya, tetapi bisa jadi sudah ke muara Nak. Arus sungai kali ini tidak seperti hari-hari biasanya, sangat deras.”
Galuh :”Begitu ya Paman, saya tadi juga berpikir seperti itu. Baiklah Paman, saya akan ke muara. Permisi Paman, terima kasih banyak.” (Galuh tersenyum singkat)
Paman :”Iya Nak, sama-sama. Maaf paman tidak bisa membantu.”
Galuh :”Tidak Paman, Paman sudah sangat membantu saya. Terima kasih sekali lagi.”
Dan selanjutnya Galuh terpaksa meneruskan perjalanannya. Sesampainya di muara ia bersua dengan seorang wanita tua yang sedang mencuci beras. Ia adalah Nyai Buto Ijo. Wujudnya tidak seperti raksasa karena ia bangsa manusia biasa. Namun karena suaminya adalah raksasa bernama Kyai Buto Ijo, maka ia pun dipanggil demikian.
Galuh :”Maaf Nyai apakan Nyai tadi melihat jarik putih dan selimut coklat gading yang hanyut terbawa sungai ini? Saya mencarinya Nyai.”
Nyai :”iya Anakku, ini dia.” (seraya menunjukkan kedua benda tersebut, yang ada di belakang Nyai Buto Ijo)
Galuh :(Galuh tampak ceria kembali)”Terima kasih Nyai, saya harus membawanya pulang segera, atau saya akan dimarahi si Mbok.”
Nyai :”Ada syaratnya Nak.”
Galuh :”Syarat?? Apa syaratnya? Kalau saya bisa memenuhinya saya akan memberikannya pada Nyai.” (ucap Galuh bersungguh-sungguh)
Nyai :”Kau harus menjadi anakku dan tinggal bersamaku. Siapa namamu Nak?”
Galuh :(sedikit mengerutkan dahi, berpikir untuk memenuhi syarat dari Nyai atau tidak)”Galuh Nyai.”
Nyai :”Pikirkan baik-baik.”
Galuh bimbang. Apa yang harus ia lakukan? Jika ia tidak memenuhi syarat itu maka ia tidak akan mendapatkan jariknya kembali, dan sudah barang tentu ia akan dihajar habis-habisan oleh si Mbok dan kakak-kakaknya, sedangkan jika ia memenuhi persyaratan itu maka ia akan hidup bersama Nyai ini, jauh dari Mbok. Tetapi apa itu lebih baik??
Galuh :”Baik Nyai saya menerima syarat dari Nyai.”
Nyai :”Baik, kalau begitu bawa pulang barang-barangmu ini. Setelah itu pergilah kerumahku. Kau akan menjadi anakku.”
Galuh :”Baik Nyai, saya tidak akan mengingkari janji.”
Galuh pun pulang. Ia berencana setelah menyerahkan jarik dan selimut ini, ia akan meminta ijin kepada si Mbok untuk tinggal bersama Nyai Buto Ijo. Masih di beranda rumah, ia sudah dihadang si Mbok Dadapan dan ketiga kakaknya.
Mbok :”Apa saja yang kau lakukan di sungai dasar perempuan tidak tahu diri! Mbokmu ini sampai capek menunggumu pulang. Mana jarik putih kesayanganku?? Aku ingin memakainya sekarang.”
Galuh :”Mbok mau kemana?”(Galuh penasaran)
Ayu :”Bukannya minta maaf malah banyak tanya! Kau tidak perlu tahu urusan Mbok, Galuh. Kau itu budak disini, pembantu kami. Jangan sok menjadi anak manis!!” (Galuh tertunduk)
Kanthi :”Benar apa kata Mbak Ayu, Kau jangan banyak tanya! Kerja sana , piring masih menumpuk belum dicuci dan lantai rumah kita terlihat mengerikan, kotor sekali.” (memulaskan bedak di wajahnya yang sudah tebal)
Ratih :”Mana selimutku yang Kau cuci! Awas kalau tidak kering hari ini. Kau tidak akan aku beri makanan.”
Mbok :”Mana jarikku! Kau ini budhek atau apa Galuh??”
Galuh :”Maaf Mbok, jarik dan selimutnya tadi terbawa arus, masih basah. Ini.” (menyerahkan dengan takut. Ayu, Ratih dan Kanthi melotot.)
Mbok :”APAA?? Kau benar-benar kurang ajar sekali Galuh. Ini jarik kesayanganku dan aku akan memakainya ke acara penting, dan kau malah membuatnya basah lagi! Pergi dari sini!! (Mbok Rondo murka) jangan kembali!!”
Hampir saja Galuh dilempar batu yang sudah di genggam Mbok Rondo daritadi, tetapi Galuh bisa menghindar dan segera lari terbirit-birit. Belum sempat ia mengatakan untuk tinggal bersama Nyai Buto Ijo, ia sudah diusir dari rumah neraka itu. Kesempatannya hanya bersama Nyai, ia akan hidup dengannya. Sesampainya di depan rumah Nyai Buto Ijo ia mengetuk pintu.
tok..tok..tok.
Nyai :”Masuk saja, tidak dikunci. (pintu terbuka dan Galuh terlihat kuyu) Oh Anakku, kau sudah datang rupanya. Ayo masuk , jangan malu sama Nyai.”
Galuh :”Terima kasih Nyai, saya akan tingaal disini. Saya diusir dari rumah karena jarik Mbok tadi masih basah.”
Nyai :”Sabar anakku, semuanya akan baik-baik saja. Kamu akan senang tinggal disini bersama kami.”(Nyai tersenyum menenangkan)
Galuh :”Kami??” (bingung)
Tiba-tiba bumi seakan bergetar. Ada yang memasuki rumah itu. Galuh ketakutan, sedangkan Nyai hanya terdenyum maklum.
Kyai :”Nyi, aku lapar! (terdengar suara menggelegar)
Galuh :”itu siapa Nyai?
Nyai :”Suami Nyai anakku, Ayahmu yang baru kalau begitu.” (Nyai tersenyum lagi)
Pintu terbuka dan muncullah Kyai Buto Ijo. Ia terlihat membaui sesuatu. Membaui Galuh lebih tepatnya. Raksasa itu gemar makan daging. Daging manusia adalah faforitnya sejak dulu. Melihat Kyai Buto Ijo, Galuh mendekat kearah Nyai Buto Ijo seakan mencari perlindungan. Dia gemetar luar biasa. ketakutan merayapinya dengan cepat.
Kyai :”Wah, Kau membawa makan siang untukku kalau begitu Nyi. Kau memang istri yang pengertian. Sudah lama kau tidak menyantap manusia. Hehehe..”
Galuh mengerut mengasihani diri, lepas dari kandang singa ia malah masuk ke dalam mulut ular boa.
Nyai :”Tidak Sayangku. Gadis ini adalah anak kita. Apa kau lupa janjimu untuk membahagiakan aku? Dengan tidak memakan gadis cantik ini maka kau sudah membahagiakanku. Aku ingin kau menganggapnya sebagai anak bukan sebagai sarapan. Kau mengerti kan?”
Dan begitulah, akhirnya Galuh tinggal bersama pasutri itu. Dia benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini, kasih sayang dan cinta yang tulus dari kedua orang tuanya. Meskipun mereka bukan orang tua kandung Galuh dan ayahnya adalah seorang raksasa, namun itu tidaklah penting baginya. Ia bahagia.
Sudah dua minggu ia tinggal bersama Kyai dan Nyai Buto Ijo. Suatu pagi Galuh berbelanja bersama Nyai Buto Ijo ke pasar. Mereka akan membeli kebutuhan mingguan. Saat Galuh duduk di samping lapak sayuran untuk menunggu ibunya yang sedang sengit menawar sekilo sawi, telinganya mendengar percakapan yang menarik antara dua orang perempuan di sebelahnya. Matanya terpejam, namun telinganya berdiri tegak.
A :”Kamu sudah dengar belum tentang sayembara yang sedang diadakan di istana?”
B :”Aku tidak tahu. Memang sayembara apa itu?”
A :”Kamu tahu kan pangeran mahkota, Raden Panji Inu Kertapati? Dia sedang mencari permaisuri. Dan dengan sayembara ini dia akan memilih perempuan yang akan menjadi permaisurinya. Aku mau ikut, kau mau ikut tidak? Siapa tahu salah satu dari kita akan menjadi permaisuri.” (berharap)
B :”Memang kapan sayembara itu akan dilangsungkan? Aku ingin ikut juga.”
A :”Besok, kita berangkat bersama kalau begitu.”
B :”Baik, aku akan menunggumu dirumah saat siang hari. Kalau begitu antar aku mencari baju yang bagus. Aku akan memakainya besok.”
Galuh tertarik akan sayembara itu. Ia berencana untuk mengikutinya. Keesokan harinya ia berdandan di depan cermin, tidak seperti biasanya. Galuh memakai jariknya yang terbaik dan kebaya warna ungu, sederhana namun sangat menawan. Nyai dan Kyai Buto Ijo takjub. Mereka penasaran, apa yang membuat putri kesayangan mereka ini berdandan?
Nyai :”Waduh, anak ibu cantik sekali pagi ini. Tidak seperti biasanya.” (Nyai tersenyum lebar, terhibur)
Kyai :”Iya, Nyi. Ada apa Nduk kok kamu pagi-pagi begini sudah cantik sekali, bapak sampai pangling.”
Gluh :”Galuh mau ikut sayembara di istana, katanya hari ini Raden Inu Kertapati sedang menyelenggarakan sayembara untuk mencari permaisuri.” (Galuh terlihat malu-malu)
Nyai :”Ooo, begitu. Tunggu sebentar Nak, Ibu ada sesuatu untukmu sebagai bekal.” (Nyai masuk ke kamar bersama Kyai)
Saat Nyai dan Kyai keluar dari kamar, Galuh hanya bisa terkaget-kaget. Kenapa? Karena wujud mereka berubah seperti bidadari dan bidadara yang menjaga kahyangan. Galuh menatap mereka berdua seakan mereka hantu. Dia tidak bergerak sama sekali.
Kyai :”Anakku, sebenarnya kami berdua ini adalah paman dan bibimu. Kami diutus Ayahmu untuk menjagamu. Namaku yang sebenarnya adalah Sabda Palon.”
Nyai :”Itu benar Anakku, ini ambillah. Kalung hati setengah ini adalah milikmu yang diberikan oleh Raden Inu Kertapati. Sayembara ini hanyalah sarana untuk mencarimu. Kau sebenarnya adalah tunangan Raden Panji, hanya saja kejadian di luar dugaan memisahkan kalian. Kejarlah cintamu Nak. Kami mendoakanmu.
Galuh hanya sanggup menatap mereka berdua dengan pandangan tidak percaya. Dia mengambil kalung itu dan dalam sekejap Nyai beserta Kyai Buto Ijo menghilang dari hadapannya.
Galuh :”Nyai!! Kyai!! Jangan pergi!”
Galuh yang masih shock atas kejadian tadi tiba-tiba keluar rumah. Berlari menuju istana. Disana sudah ada ribuan gadis yang mengikuti sayembara. Dia merasa cemburu. Padahal dia tidak pernah sekalipun bertemu dengan Raden Inu Kertapati.
Patih :”Para peserta sayembara, hari ini Raden Panji akan meminang salah satu dari kalian. Dengan satu syarat, jika kalian sanggup menemukannya di wilayah Negara ini, maka kalian akan menjadi permaisuri. Tidak ada petunjuk sama sekali. Sayembara dimulai dari sekarang!”
Saat Galuh akan berbalik arah untuk memulai pencariannya, ia menabrak seseorang yang ternyata adalah Mbok Rondo Dadapan yang diikuti ketiga anaknya.
Mbok :”Galuh?? Dasar Kau itu perempuan sialan! Kau mengikuti sayembara ini setelah kau menghanyutkan jarikku! Keterlaluan!” (siap-siap menampar)
Galuh :(menahan tamparan Mbok Rondo)”Maaf Mbok, sekarang apa yang saya lakukan bukan urusan Mbok! Jangan pernah menyentuh saya lagi, dan untuk kalian bertiga (sembari menunjuk Ayu, Ratih dan Kanthi) jangan harap kalian akan menikah dengan Raden Inu, karena dia adalah calon suamiku!”
Ratih :”Apa kau bilang? Kurang ajar sekali kau sekarang!”
Saat keempat wanita jahat itu akan melanjutkan amarahnya, Galuh telah melesat meninggalkan mereka untuk mencari calon suaminya. Setelah agak jauh, Galuh berhenti. Kemana ia akan mencari Raden Panji? Ia akhirnya memutuskan untuk terus berjalan, tidak tahu arah. hanya mengikuti kakinya melangkah.
Hari sudah sore, sebentar lagi malam akan menyapa. Namun Galuh belum juga menemukan Raden Panji. Ia merasa sedih, ia tidak rela jika Raden Panji ditemukan oleh orang lain. Saat sedang beristirahat dibawah pohon mahogani, Galuh tertidur.
Tanpa Galuh sadari ada seseorang yang tiba-tiba saja mendekatinya. Memperhatikannya, tidak salah lagi, Raden Panji Inu Kertapati.
Panji :”Siapa dirimu wahai gadis cantik? Aku seperti tidak asing denganmu. Apakah kita sebelumnya pernah bertemu?”
Raden Panji mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Galuh yang merah kelelahan. Galuh pun terbangun, dan tanpa disangka keduanya, mereka secara tidak sadar langsung berpelukan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati masing-masing. Dan saat keduanya merasakan degup jantung yang lainnya, hal itu hilang sama sekali. Seakan mereka sudah tahu bahwa mereka diciptakan untuk bersama, selamanya.
Galuh :”Kakanda?”
Panji :”Adinda?”
Mereka lama saling berpandangan, saat Raden Panji menatap kalung berbentuk hati yang hanya separo, ia tersentak. Ia mengeluarkan kalung yang bentuknya sama dengan kalung yang sedang dipakai Galuh Candrakirana.
Panji :”Kau Galuh Candrakirana, tunanganku yang hilang?”(sendu)
Galuh :”Iya, Kakanda. Aku Galuh.”
Panji :”Aku merindukanmu, kau tahu itu?”
Galuh :”Aku tahu, aku juga merindukanmu.”
Mereka berdua hanaya saling pandang. Setelah itu mereka pulang ke istana. Menikah dan memiliki banyak buah cinta. Hidup bahagia, seperti mimpi setiap orang, selamanya.




ROSANDRA DWI SETYONINGRUM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar