BERMIMPILAH !

DAN PADA BAYANG-BAYANG YANG JATUH DI SELASAR SAAT HUJAN..
PADA DIRIKULAH, AKU TERBANG..
MENGEMBANGKAN SAYAP PEMBERIAN..
MENDAKI KEDALAMAN, BERTARUNG DENGAN MALAPETAKA..
AKULAH, SEORANG BIASA..
DENGAN MIMPI-MIMPI DI LUAR BATAS KEPALA..

12 Agu 2011

MALAM-MALAM PANJANG

Aku menggapai-gapai air yang jauh lebih tinggi dari diriku sendiri. Segalanya terasa gelap dan berjalan dalam detik-detik terlama yang pernah kurasakan. Tubuh mengambang istriku semakin hanyut, menjauh dari jangkauanku. Aku kalap! Sia-sia aku ingin menggapainya. Kulihat sekilas dia sedang mengalami sakaratul maut. Mangap-mangap. Megap-megap.
“Guk.. guk.. guk..” gonggongan lemah disampingku menyentakkan logika terakhir. Ada anjing disini. Apa yang harus aku lakukan? Si Anjing bisa hidup jika aku menyelamatkannya, tetapi bagaimana dengan istriku yang semakin jauh dari tangan untuk kuraih??
Pikiranku seakan berputar lebih cepat dari baling-baling heli tercanggih di dunia. Aku merana dari ujung kaki sampai ubun-ubun. Dilema!
Saat pikiranku meracau menemukan jawaban, tidak tahu kenapa dan bagaimana aku meraih si anjing yang kusut itu untuk bertahan bersamaku di atas sebuah balok kayu yang entah bagaimana telah ku genggam sekuat tenaga daritadi. Ya, aku sedang berada di lautan lepas, tercera-berai dari kapal yang seharusnya mengangkutku ke suatu tempat. Walaupun laki-laki, aku tidak sanggup menahan airmata untuk jatuh dengan apa adanya saat ku lihat jasad istriku ditelan laut yang menjadi sangat jahat hari ini. Aku memar di semua tempat, tak terkecuali pada hatiku. Airmataku yang asin melebur bersama air laut yang asin, menjadi satu, terasa jauh lebih pahit dari semua empedu di dunia jika ditempatkan pada satu wadah ..

“Mas, bangun!! Mas belum shalat isya’!”
Telingaku berdenging, mataku terbuka, terkejut, kudapati diri sedang terengah-engah seperti baru menyelesaikan lomba lari marathon, berkilo-kilo jauhnya. Aku menoleh cepat pada suara tadi, istriku??
Tak ku sia-siakan waktu barang seperempat detik, aku menyambarnya, memeluknya dalam diam. Airmataku jatuh lagi. Alhamdulillah, semua hanya mimpi buruk!
“Mas tidak apa-apa kan? Kenapa mas menangis? Apakah aku melakukan kesalahan? Maaf, tapi aku hanya ingin mengingatkan Mas untuk shalat isya’,” istriku sedikit takut terkena murkaku. Apa? Murkaku? Itu tidak mungkin ku alamatkan padanya, istriku yang baik dan pengertian.
“Tidak, Sayang. Kau tidak salah. Ayo kita shalat tahajjud setelah aku merampungkan shalat isya’. Ya?” pintaku padanya, merajuk.
“Iya.” Istriku tersenyum lega. Manis, tidak sebanding dengan air gula selautan. Aku bemimpi.

Ku lebarkan sajadah panjang
Yang berjanji membawaku terbang
Hanyalah malam-malam telentang
Membuatku berhenti dengan waktu, berperang

Nikmat-Mu pada daun kering keruh
Turun menapaki setiap senti bajuh
Kusut-kusut tak punya sauh
Peluh-peluh berpeluh

Aku bangun, dari banyak yang tidur
Aku seakan mampu menulis air dengan kapur
Jadilah wanitaku penghibur
Untukku, di sepanjang jalur..

Sajadahku lebar..
Tertawa bersama..
Sajadahku panjang..
Bukan pada bayangan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar