BERMIMPILAH !

DAN PADA BAYANG-BAYANG YANG JATUH DI SELASAR SAAT HUJAN..
PADA DIRIKULAH, AKU TERBANG..
MENGEMBANGKAN SAYAP PEMBERIAN..
MENDAKI KEDALAMAN, BERTARUNG DENGAN MALAPETAKA..
AKULAH, SEORANG BIASA..
DENGAN MIMPI-MIMPI DI LUAR BATAS KEPALA..

19 Jul 2011

MISI KUPING-ORANYE

Hari masih terlalu pagi untuk dilewati para pesimistis, untuk dihadapi pengecut-pengecut karatan. Tapi bagi Wil, pagi adalah saat-saat yang seminggu terakhir menempati rating teratas untuk dinanti. Semangatnya timbul, meledak-ledak jika seseorang berbicara tentang apapun yang terselipi kata pagi, dan bus. Dan apapun tentang laki-laki berwajah dingin tanpa senyum, yang selalu memakai headphone berwarna nila. Perpaduan aneh. Itulah sensasinya, terlalu aneh untuk dilewatkan seorang Wil, cewek yang mendapat predikat aneh dari semua orang yang yang pernah bertemu dengannya.
Beberapa catatan keanehan Wil :
1.Sepulang sekolah selalu memanjat pohon di depan ruang Kepsek (karena menurutnya pemandangan pulang sekolah dari atas sana sangat menakjubkan. Pertama kali dia melakukannya sudah barang tentu dilarang oleh orang-orang satu sekolah, tapi untuk selanjutnya Pak kepsek pun mengijinkan. Bahkan beliau selalu menunggu Wil di depan kantornya dengan membawa sebuah hadiah berupa pisang sebelum Wil melakukan ritual berbahayanya. Selidik punya selidik ternyata Pak kepsek pernah memiliki monyet tapi sudah lama mati. Dan kelakuan Wil mengingatkannya pada monyetnya yang dulu. Wil santai saja setelah tahu riwayat itu. Dia disamakan dengan monyet tapi tidak risih atau sakit hati?)
2.Wil selalu berangkat sekolah naik bus reyot milik Pak Jali, sopir gendut yang ceria. Dia tidak akan sekolah jika tidak naik bus itu, pernah suatu hari Pak Jali sakit dan terpaksa tidak mengoperasikan bus, karena hal sepele itu Wil tidak masuk sekolah selama seminggu. (Padahal dia bisa membawa mobil yang dihadiahkan ayahnya saat ulang tahun kemarin. Tapi dia hanya menanggapi hal ini dengan “Bus adalah kuda untuk pendekar yang akan memenangkan pertarungan melawan dunia” begitu jawabannya, ngawur banget kan??)
3.Dan ini yang paling parah. Saat cewek remaja berebut menuju mall untuk mendapat diskon besar-besaran terbatas untuk gaun pesta atau celana ketat penunjang penampilan, Wil akan menyibukkan diri dengan ngangon kerbau tua ayahnya yang dipelihara seorang tetangga jauh, dekat dengan hamparan sawah yang siap menampung mereka berdua (Wil dan Si kerbau yang diberi nama Smally). Wil akan sangat senang menghabiskan sorenya berkubang dengan Smally, Wil selalu membawa buku pelajaran atau buku jenis apapun untuk ia baca di punggung Smally.

Nah, melihat keanehan ini akan terasa semakin aneh jika pada kenyataannya Wil adalah juara parallel satu sekolah, pandai memasak, dan hebat dalam merajut. Bahkan rajutannya sudah dikenal hampir seluruh kota. Ia memiliki toko dalam dunia maya yang menjual pernak-pernik dari bahan rajutan seperti syal rajut, kaos kaki rajut, tas rajut, dan macam-macam barang lain yang terbuat dari benang rajut. Dia juga sudah mempekerjakan tujuh orang tetangganya yang notabene ibu rumah tangga untuk memproduksi barang rajutan itu. Padahal dilihat dari penampilan Wil, orang akan berpikir dia adalah anak seorang mafia atau paling tidak anak seorang jagal ayam. Dengan rambut sedikit di atas bahu yang selalu berantakan, jeans belel bolong-bolong, dan kaos warna hitam membuat Wil hampir mirip dengan preman pasar. Sebenarnya Wil adalah anak pengusaha kaya yang terkenal dermawan dan ibunya adalah seorang guru taman kanak-kanak yang luar biasa sabar.
Wil hanya mencoba menjadi dirinya sendiri, orangtuanya pun tidak pernah mempermasalahkan segala hal tentang dirinya, karena mereka percaya Wil sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, Wil menunggu bus Pak Jali di perempatan depan kompleks rumah. Dia merasa mendapat energi entah darimana, energi positif yang siap membuatnya terbang karena bahagia.
Saat bus tua itu melintas di depannya, dengan segera kaki Wil melompat bersemangat sampai hampir terjungkal ke depan.
“Hehehe, maaf Kang. Lagi semangat nih,” Wil memasang tampang innocent agar Kang Dadang, sang kenek, tidak menyemprotnya gara-gara gaya Wil masuk bus yang seperti gaya napi masuk rutan.
“Haduh Neng Wil, jangan gitu lagi nyak. Jantung Akang bisa mental keluar nanti. Biasa saja atuh, seperti mau nonton bola, bersemangat sekali,” Kang Dadang yang keturunan Bandung mengelus dada prihatin, kok ada ya awewe yang kaya begini, untung saja abi tidak punya anak lelaki. Bisa digigit sama si Eneng ini..
“Hehe, maaf sekali lagi Kang. Eh, mau tanya ..” Wil sedikit membungkuk menuju telinga Kang Dadang, berbisik, “Kang, cowok Kuping-Oranye yang kemarin sudah naik bus ini kan?” Wil menggerak-gerakkan alisnya keatas dan kebawah.
“Ada, Neng. Tuh di depan. Kursi nomor tiga sebelah kiri,” Kang Dadang jadi ikut-ikutan berbisik-bisik ria.
“Makasih kang, Eh iya, ini. Kembaliannya buat Akang deh,” Wil menyerahkan uang 20 ribuan lecek dari sakunya.
“Makasih banyak, Neng. Semoga sukses.”
Wil dengan semangat penuh menghampiri bangku yang ditunjuk Kang Dadang. Dia sampai harus menekan perasaan senangnya demi menjaga stabilitas keanggunan dan kewibawaan yang dia miliki (atau yang sebenarnya masih dia cari). Dari belakang sudah terlihat Kuping-Oranye dengan headphone oranye mencolok segede telapak tangan yang nempel di telinganya yang seksi, menurut Wil.
Perlahan-lahan dia menghampiri kursi itu, jarak yang hanya terpaut tidak lebih dari tiga meter Wil rasakan hampir tiga kilometer. Lama sekali dan sepertinya tidak akan pernah sampai. Akhirnya setelah berlama-lama sampai juga Wil di samping Kuping-Oranye. Langsung saja Wil duduk disamping Kuping-Oranye, berpura-pura memeriksa sepatunya yang baru disemir dan kaos kaki rajutan sendiri hanya sekedar untuk menenangkan jantungnya yang bekerja di luar kendali.
Inilah yang dia tunggu selama seminggu terakhir, duduk berdua di bus reyot bersama dengan Kuping-Oranye. Ini yang membuat hari-hari Wil berwarna pelangi. Dia yang dijuluki aneh bahkan psychopat, untuk pertama kali dalam hidupnya merasakan sesuatu yang luar biasa. Luar biasa menyenangkan, membingungkan, tidak terdeteksi, campur aduk menjadi satu.
Tadi malam Wil telah mencatat target di buku catatannya, apa saja yang akan ia kerjakan seminggu kedepan,
Hari ke-1  Berkenalan dengan Kuping-Oranye.
Hari ke-2  Mengobrol dengan Kuping-Oranye.
Hari ke-3  Meminta nomor HP Kuping-Oranye.
Hari ke-4  Mengobrol dengan Kuping-Oranye.
Hari ke-5  Mengobrol dengan Kuping-Oranye.
Hari ke-6  Mengajak jalan-jalan Kuping-Oranye.
Hari ke-7  Nembak Kuping-Oranye.
Keren kan???
Untuk hari ini dia hanya ingin memandangi wajah dewa yang mungkin tidak sengaja Tuhan berikan pada Kuping-Oranye. Matanya agak aneh untuk ukuran makhluk pribumi, hitam legam dengan pinggiran hijau zamrud yang lumayan lebar. Bibirnya mungil merah marun seperti cewek yang pakai lipgloss (atau mungkin dia bences, pakai lipgloss?? Noway!), rambut coklat mengikal ke depan, dan perfect, dari atas bawah, depan belakang, maupun kiri kanan. Memandangnya saja membuat Wil nyaris gila. Kewarasan Wil sepertinya semakin dipertanyakan jika lebih lama duduk di sebelah Kuping-Oranye ini.
Akhirnya Wil memutuskan untuk berdiri, Kuping-Oranye melihat Wil sekilas. Aduuh!! Rutuk Wil dalam hati. Wil sampai harus berpegangan pada punggung kursi sebelah untuk menjaga keseimbangan.
Setelah mengalami kesenangan yang menyiksa, Wil mengakhiri adegan dalam bus reyot dengan berlari kencang menuju sekolah, dan melupakan sesuatu disana.


Hari pertama ..
Wil menduduki kursi di sebelah Kuping-Oranye dengan sedikit ketakutan. Dia ingin berkenalan sebenarnya, dia tahu hanya membutuhkan beberapa kata saja untuk menyapa Kuping-Oranye. Tapi Wil seperti sedang mengalami hal terberat dalam hidupnya, menyelam di Segitiga Bermuda tanpa bekal apa-apa, atau bisa dibilang Wil seakan sedang menghadapi detik-detik terakhir hidupnya yang akan di hukum pancung karena tidak sengaja membuat kaki majikannya terkena paku payung di Arab Saudi. Tiba-tiba Wil merasa demam hebat, tidak kuat menahan beban mental yang disebabkan si Kuping-Oranye di sampingnya. Sedangkan tampang Kuping-Oranye hanya berupa paduan wisatawan yang sedang menikmati hembusan bayu pantai dan ibu yang sedang menggendong anaknya yang baru bisa ditidurkan setelah berkutat selama hampir dua jam, santai-santai dingin, seperti biasanya.
Wil baru menyadari bahwa secara tiba-tiba dia terserang sariawan hebat yang membuat bibirnya kelu untuk berbicara.
“Ang, oong eenti iini (Bang, tolong berhenti disini)!!” Wil terpaksa berbicara karena ia ingat untuk membeli bahan praktek di toko Serba Ada, 200 meter sebelum SMAnya.
“Kenapa ngomongnya begitu atuh Neng?” Kang Dadang heran bercampur geli melihat kelakuan Wil kali ini.
Wil mengintip ke arah Kuping-Oranye, dia tersentak kaget, terpesona, dan jatuhnya mengarah ke gila sementara saat menyaksikan fenomena terbaru yang membuat Wil ingin meluncur turun dari bus dengan kaki tidak menapak tanah, Kuping-Oranye TERSENYUM!!! Senyum pertama yang diberikan Kuping-Oranye (meskipun tentu bukan untuk Wil) dan termanis yang pernah dilihat Wil.
“Kiri Bang!!” Kang Dadang berteriak di tengah hiruk pikuk perasaan Wil yang melayang-layang, “Gimana sih Neng! Kok tidak turun-turun?? Tuh sekarang jadi lewat deh tokonya, sudah sampai di depan sekolah Eneng ini mah. Si Eneng sih, abi teriak-teriak di telinga pun tidak tembus. Belum dikorek ya itu telinga?” Kang Dadang mengejutkan Wil untuk yang kedua kalinya.
APA? Bagaimana ini sebentar lagi sudah masuk, tetapi kalau aku sampai tidak membeli bahan untuk praktek, nanti aku bisa dirajam massal!
Akhirnya Wil terpaksa turun, sebelum itu ia sempat melirik kearah Kuping-Oranye. Mengejutkan dan luar biasa sekali, Kuping-Oranye terkikik menahan diri untuk tidak tertawa lepas. Wil segera mangkat untuk menghindar dari kegilaan pada Kuping-Oranye dan untuk berlari ke toko, menyelesaikan tugasnya.

Hari kedua …
Wil masih saja jadi orang gagu karena entah kenapa sariawan sialan itu belum sembuh juga. Ini benar-benar menyebalkan. Karena selain rencananya untuk berkenalan dengan si Kuping-Oranye di hari pertama gagal, sepertinya itu akan berlanjut dengan hari kedua. Boro-boro ngobrol, say hello saja sepertinya membutuhkan latihan spiritual di Ki Joko Amazing (masa guru spiritual nama marganya Stupid, kan nggak asik!!).
“Neng masih sariawan ya?” Kang Dadang say hello ke Wil.
“Ia ni Ang, adina aya oang umbing. Akit anget Ang ni iir. (Iya ni Kang, jadinya kayak orang sumbing. Sakit banget ini bibir),” untungnya Kang Dadang mengerti bahasa asing yang digunakan Wil. Terlihat dari raut muka terhibur dan prihatin Kang Dadang akan keadaan Wil. Wil mengeluh sambil menutup bibirnya dengan tisu. Kuping-Oranye menampakkan eskpresi lucu melihat tingkah Wil yang sudah konyol dari orok. Namun dia masih juga mendengarkan lagu dari i-Pod yang sepertinya lebih berharga daripada nyawanya sendiri (lebay!). Wil jadi penasaran, lagu apaan sih yang selalu didengar Kuping-Oranye ini?
“Ya sudah atuh Neng. Yang sabar nyak. Abi doakan biar bibirnya cepat-cepat sembuh. Masak geulis-geulis bibirnya monyong,” Kang Dadang mengakhiri pembicaraan mereka dengan komentar nylekit.


Hari ketiga-keempat-kelima-keenam ..
SIAL!!!!
Wil hanya bisa menyumpahi dirinya sendiri. Setelah mengalami dua hari penuh kegagalan sia-sia, empat hari selanjutnya keadaan malah tidak semakin membaik, cenderung le+bih parah. Sariawan di mulutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi, diskusi, bahkan bercanda. Sekarang dia terpaksa memakai masker untuk menutupi keadaan bibirnya yang tidak lebih sexy dari bibir Mr.Jagger. Bengkak, membiru, membesar dua kali lipat dari aslinya. Tiga hari terakhir dia bahkan tidak bisa hanya sekedar untuk berbicara ala orang planet seperti kemarin. Dia bukan lagi orang sumbing tapi jelas-jelas keadaannya telah mengindikasikan Wil sebagai penderita tuna wicara temporer (tattoo kali temporer?). Untuk menghentikan laju bus dia hanya mengisyaratkan dengan tangan kepada Kang Dadang di hari ketiga, seperti sedang mengikuti jambore untuk tes symaphore. Hari keempat, kelima dan keenam Wil hanya diam saja, karena Kang Dadang dan Pak Jali sudah tahu dia ingin dihentikan dimana. SIALAAAAN!!!!

Hari ketujuh…
Sekarang atau tidak sama sekali. Begitulah prinsip Wil hari ini. Setelah mengalami masa-masa mengerikan di balik masker wajah (Wil tidak bisa memanjat pohon Pak Kepsek dan bermain dengan Smally karena bibir Wil mengajaknya untuk segera tiduran di rumah agar tidak meraung-raung kesakitan), Wil akhirnya dapat melepas topengnya dirumah setelah kemarin sore datang ke klinik dokter ternama yang ahli mengatasi segala macam penyakit bibir (memang ada??).
Ehm ehm..
“Sudah sembuh Neng?” alalalalaaa, bibir Wil yang setengah jalan monyong untuk mengeluarkan sapaan pertamanya pada Kuping-Oranye mengerem dengan terpaksa. Duuh, Kang Dadaaang, perhatian sih perhatian. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk basa-basi tentang bibir sariawan akut kemarin!!
Wil memasang tampang ramah yang sedikit dipaksakan, “Alhamdulillah, sudah Kang.”
“Saya pikir belum sembuh, hari ini mah rencana saya kasih tahu Eneng tentang obat sariawan yang manjur. Getah pohon jarak, Neng. Sip itu!”
Wil semakin mengerut, karena kesempatannya untuk berkenalan dengan Kuping-Oranye tertunda, “Hehehe, iya Kang. Mungkin lain kali kalau saya sariawan lagi saya bisa pakai itu. Tidak perlu ke dokter.”
“Iya deh, Neng. Jangan sariawan lagi ya. Soalnya kalau Neng kayak kemarin lama-lama saya bakal butuh penerjemah buat translate bahasa yang Neng pakai. Hehehe..”
Wil dan Kuping-Oranye tanpa sadar saling bertatapan, dengan geli, dalam hati masing-masing berkata, idih, kenek jaman sekarang gaul euy, translate katanya!
“Nyantai saja Kang, sa ..” Pembicaraan mereka berdua terpotong oleh seorang ibu muda hamil yang menerobos masuk ke dalam bus. Perutnya sudah besar, sepertinya dia sedang mengalami masa-masa hamil tua. Dia membawa barang belanjaan yang tidak sedikit. Terlihat peluh sebesar kuku manusia dewasa mengucur pelan dari pelipisnya, dia terlihat memprihatinkan sekali. Kasihan… melihatnya, Wil segera berdiri dan memberikan isyarat bahwa ia merelakan bangkunya kepada ibu itu, karena sudah tidak ada tempat kosong lagi untuknya.
“Terimakasih, Dik. Maaf saya memang tidak kuat berdiri lagi, kandungan saya sudah sembilan bulan. Maaf ya,” ibu itu menampakkan wajah penuh syukur dan terimakasih kepada Wil. Dan dibalas Wil dengan senyum ramah seperti biasa.
Lah, Wil melihat kearah Kuping-Oranye dengan penuh tanda tanya. Kenapa tidak dia saja yang berdiri? Kan Kuping-Oranye laki-laki. Sedikit mengecewakan. Halah! Sialan! Wil baru ingat bahwa inilah hari terakhirnya melaksanakan misi Kuping-Oranye. Dan melihat posisinya yang sedang berdiri sedangkan Kuping-Oranye duduk dekat jendela, mengingatkan Wil bahwa misinya mungkin akan mengalami kegagalan total (LAGI??). Wil lemas memikirkan hal ini. Segala usahanya selama ini akan sia-sia, padahal Wil hanya ingin berkenalan dengan Kuping-Oranye (benarkah? Padahal catatannya menyebutkan bahwa hari ini Wil seharusnya sudah menyatakan cinta pada Kuping-Oranye).
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ibu muda itu seperti menahan sakit yang sangat menyiksa..
“Aduh..Aduh.. ADUUUH!!!” dia mencengkeram perutnya yang membesar. Wil seperti kehilangan kecerdasannya melihat keadaan ibu itu. Dia akan melahirkan? Dia akan melahirkan? DISINI? DI ATAS BUS REYOT???? Keadaan bus langsung ramai dan ricuh. Orang-orang saling teriak, memberi perintah pada Pak Jali untuk berhenti, menyebut nama Tuhan, ikut dalam arus kepanikan, kacau!
“DIAAAMMMM!!” Kuping-Oranye berteriak lantang, sedikit menakutkan. Namun sangat efektif, melihat kekacauan dalam bus tiba-tiba berhenti berikut dengan laju busnya. Wil yang berada di sampingnya merasa shock, dia ingin menangis karena merasa dirinyalah yang dibentak Kuping-Oranye, meskipun teriakan itu sebenarnya untuk semua orang yang berada di dalam bus.
“Mari Bu, saya antar ke rumah sakit,” berkata lembut kepada ibu muda, ia juga melirik kearah Wil dengan tatapan Ayo-Ikut-Gue!
Dengan sigap Wil membantu ibu muda turun dari bus bersama Kuping-Oranye. Mereka berdua terlihat lebih efektif dan efisien daripada dokter ahli kandungan yang terbiasa membantu persalinan dadakan. Dengan segera mereka masuk ke dalam taksi yang sudah dihentikan oleh Kang Dadang saat situasi dalam bus masih berantakan tadi.
“Makasih, Kang. Saya antar ibu ini dulu. Uang bus kami berdua besok saja ya,” Seru Wil.
“Gratis Neng. Antar saja si Ibu ke rumah sakit.”
“Iya, Kang. Terimakasih sekali lagi,” Wil berteriak sebelum pintu taksi tertutup.
Di dalam taksi keadaan tidak semakin membaik. Ibu muda itu hanya merem-melek, bernapas pendek-pendek, bahkan hampir tertidur, kelelahan karena kontraksinya menghebat. Wil dan Kuping-Oranye tidak sanggup melihat adegan itu.
“Aduh, Ibu yang sabar ya, ayo Bu semangat! Tarik nafas dalam-dalam… hembuskan. Tarik nafas lagiii… hembuskan. Bayangkan Ibu sedang berada di taman bunga yang di kelilingi pegunungan. Mawar warna-warni tumbuh di mana-mana, kelinci lucu melompat-lompat gembira. Bayangkan Ibu sedang menikmatinya bersama suami. Ayo Bu, tarik nafaas… hembuskan! Tarik nafaaas… hembuskan!” Wil memberi instruksi (layaknya dokter professional atau magician pemberi sugesti?). Si Ibu hanya menuruti apa yang Wil katakan, berusaha mengenyahkan rasa sakit yang dia rasakan.
Wil.. berarti nanti kalau aku sudah dewasa dan hamil aku juga akan mengalami hal seperti ini. Tidaaaak!
Kuping-Oranye.. Berarti nanti kalau aku sudah dewasa dan isriku hamil, dia akan mengalami hal seperti ini. Tidaaaak!
Sesampainya di rumah sakit bukan hanya wajah si Ibu yang pucat pasi, tapi wajah Wil dan Kuping-Oranye bahkan jauh lebih pucat, layu seperti kertas tulis baru keluar dari percetakan. Dan mereka berdua masih juga harus menunggu (di ruang tunggu) saat si Ibu Muda melahirkan. Tanpa sadar tangan mereka berdua bertautan. Wil gemetar hebat. Dia lumayan terguncang menyaksikan seseorang yang akan melahirkan langsung di depan matanya.
“Kamu tidak apa-apa kan?” Kuping-Oranye bertanya sembari mempererat pegangan tangannya.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit shock. Hari yang sangat melelahkan ya? Shock theraphy yang cukup bagus untuk membuatku jadi cewek feminin,” Wil menjawab dengan sedikit menambahkan joke-nya seperti biasa, membuat Kuping-Oranye tersenyum, terhibur.
Setelah tiga jam terlama yang menyiksa..
Oekkk!!!! Oekkk!! OEEKK!!
Suara bayi yang bersemangat membuat Wil dan Kuping-Oranye tersentak berdiri. Mereka segera berlari menuju arah kamar bersalin ibu muda tadi. Pemandangan di dalamnya membuat mereka berdua terharu (meskipun secara teknis mereka berdua bukan siapa-siapa si bayi). Ibu muda mendekap anaknya yang masih baru lahir di dadanya. Dia mengedik ke arah Wil dan Kuping-Oranye, menyuruh mereka mendekat.
“Kalian berdua, terimakasih banyak atas bantuan kalian. Saya benar-benar berhutang nyawa pada kalian. Nama kalian siapa? Saya tante Chandre,” Ibu muda tersenyum penuh rasa terimakasih, menanti jawaban Wil dan Kuping-Oranye.
“Nama saya Wilona, panggil saja Wil.”
“Saya Tristan, biasa dipanggil Atan.”
Wil seperti memiliki kemampuan sulap, melihat kepalanya yang menoleh pada Atan dengan kecepatan sempurna untuk mengalahkan Bolt dalam lomba lari olimpiade. Wil baru tahu nama Kuping-Oranye ternyata adalah Tristan, Atan. Nama yang menarik, seperti orangnya.
“Nama kalian bagus, sebagai ucapan terimakasih saya pikir nama kalian berdua bisa saya pakai untuk nama anak laki-laki saya ini. Apakah boleh?”
Wil dan Atan saling melirik.
“Tentu saja boleh. Ini sebuah kehormatan,” Jawaban Atan mengejutkan Wil. Nama mereka akan tersemat pada seorang bayi lucu yang mereka tolong kelahirannya di atas bus tanpa predikat konvensional? Mengejutkan.
“Ya, saya pikir itu tidak masalah,” Wil menyahut gugup.
“Bagus sekali. Jadi nama pangeran kecilku adalah Tristan Wilo, tinggal ditambah nama ayahnya, Widjanarko.”
“Nama yang bagus, Sayang,” seorang laki-laki gagah memasuki ruangan. Suami tante Chandre.
Wil berusaha mendengarkan dialog pasangan suami istri itu. Tapi sepertinya Wil mengalami kelelahan yang sangat. Adegan selanjutnya Wil seperti tidak merasakan apa-apa selain tangannya yang diseret Atan untuk keluar ruangan. Mereka menuju samping jalan raya, mencari taksi.
“Aku tahu kamu sudah kelelahan. Jadi sekarang tugasmu hanya meminta pak sopir untuk mengantarmu ke rumah, gampang kan?” Atan berceloteh lebih banyak dari yang diharapkan Wil.
“Baiklah. Kamu mau kemana setelah ini? Ya ampun kita bolos sekolah!!!” Wil baru ingat bahwa mereka berdua baru saja membolos, panik.
“Nah, untuk itulah aku ada di sini. Aku akan meminta surat dokter atau apapun untuk menyelamatkan kita berdua besok. Dan satu lagi, aku akan meminta ijin pulang ke tante Chandre dan suaminya, kita kan belum pamit,” Atan berbicara sambil mendorong Wil ke taksi yang sudah menunggu.
Wil memandangi Atan yang juga sedang melakukan hal yang sama padanya dari dalam taksi. MISI!! Seru Wil dalam hati.
“ATAAN!” tiba-tiba Wil berteriak lantang dari jendela taksi.
Atan hanya melambaikan tangan dan tersenyum pada Wil.
Gagal deh misiku. Wil lemas. Beberapa saat kemudian Wil hanya diam.meratapi misinya yang gatot, gagal total.
Tell me why You’re so hard to forget,
Don’t remind me, I’m not over it,
Tell me why I cann’t seem to face the truth
I’m just a little to not over you …
Dering handphone Wil yang baru saja didendangkan penyanyi faforitnya, David Archulleta, membuat Wil terhenyak. Kenapa sih lagu di sekeliling kita seperti menghina tentang apa yang sedang terjadi pada diri kita, secara terang-terangan. Aaaargh!! Tanpa melihat layar HPnya, Wil mengangkat telepon itu dengan kesal dan muka ditekuk seperti origami sortiran.
“Hallo..”
“Wil?”
“Ya? Ada apa?”
“Kamu tahu siapa aku?”
“Heh?” Wil melihat layar HP dengan teliti, nomor tidak dikenal.
“Tidak. Maaf ini siapa?”
“Atan.”
“Ooo, Atan, ada apa? APAAA?? ATAN??” Wil shock!
“Aduh Wil, biasa aja deh. Telingaku sakit tahu. Kamu jangan main lo ya. Langsung pulang kerumah! Aku masih ngobrol sama tante Chandre dan Om Widja.”
Wil ingin pingsan dalam taksi, badannya panas dingin.
“Maaf. Iya aku langsung pulang kok. Kamu tahu nomor HPku darimana?”
“Oh iya, nanti malam aku mau kerumah kamu ya. Antar surat ijin dokter, sekalian antar hadiah dari tante Chandre,” Atan mengabaikan pertanyaan Wil sama sekali.
“Oke, eh tapi apa kamu tahu rumahku?”
“Tahu. Sudah ya aku juga mau pulang. Periksa tasmu, mungkin ada sesuatu yang baru kembali. Dadaahh ..” Atan menutup telepon sepihak. Kuping-Oranye sialan. Tapi sesaat kemudian Wil merasa dirinya lumer seperti marsmallow yang baru masuk panggangan. Ya Tuhan, Kuping-Oranye meneleponku! Dan satu lagi, nanti malam dia akan kerumah. Ya ampuun. Wil meracau dalam hati.
Wil membuka tas sekolahnya, mengaduk-aduk sebentar dan menemukan tas kresek hitam yang membungkus sesuatu, sepertinya buku.
Buku catatan Wil. Dia membuka buku itu pada halaman yang ditandai. Halaman itu adalah halaman di balik catatannya tentang misi Kuping-Oranye. Ada yang menuliskan sesuatu disitu.
Wil,
Dasar ceroboh, kau meninggalkan buku ini di hari pertama kita duduk bersama. Aku tahu pikiranmu sekarang. Ya memang aku terlalu menarik untuk kau lewatkan. Kuping-Oranye? Kau menamaiku begitu? Ya Tuhan. Apa kau tidak bisa memberi julukan yang lebih menunjukkan ketampananku atau apa begitu? Dasar Bocah-Sariawan!
Maaf aku membaca catatanmu, tentang biodatamu, nomor HPmu, keanehanmu juga. Namun ada satu bagian yang paling menarik, adalah MISI KUPING-ORANYE yang sepertinya sudah gagal total. -,-‘
Untuk mengurangi kesedihanmu, aku akan membuat misi baru, MISI BOCAH-SARIAWAN, bagaimana menurutmu?
Hari ke-1 mengunjungi rumah Bocah-Sariawan
Hari ke-2  mengobrol dengan Bocah-Sariawan di bus reyot
Hari ke-3  mengajak Bocah-Sariawan menjenguk Tristan Wilo Hari ke-4  makan eskrim bersama Bocah-Sariawan sepulang sekolah
Hari ke-5  ngangon kebo dengan Bocah-Sariawan
Hari ke-6  nembak Bocah-Sariawan (untuk lebih rincinya,rahasia)
Hari ke-7  mengenalkan Bocah-Sariawan ke mama papaku
Lebih variatif kan dari milikmu?
Atan.

WIL SHOCK HEBAT.
Linglung dan bingung.
“Aku tidak bisa berharap lebih dari ini,” kemudian Wil tertawa terbahak-bahak, merasa lucu sampai airmatanya keluar dan dia mengalami kram perut. Membuat sopir taksi sedikit ketakutan, mengiranya gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar