BERMIMPILAH !

DAN PADA BAYANG-BAYANG YANG JATUH DI SELASAR SAAT HUJAN..
PADA DIRIKULAH, AKU TERBANG..
MENGEMBANGKAN SAYAP PEMBERIAN..
MENDAKI KEDALAMAN, BERTARUNG DENGAN MALAPETAKA..
AKULAH, SEORANG BIASA..
DENGAN MIMPI-MIMPI DI LUAR BATAS KEPALA..

1 Nov 2012

BAYI DALAM GENDONGAN



Di sebuah teras yang sejuk, duduklah mereka dua itu, satu memangku yang lainnya .
Orang  : “Ah, masalah dalam hidup seperti tak ada selesai-selesainya. Teruus saja ada, tak mau berhenti.”
Buku   : “Bah! Bicara apa kau ini Wong, Wong. Kalau tidak ingin mendapat masalah, baiknya kau mati saja.” (sambil menggerakkan beberapa helai kertasnya yang terlihat usang)
Orang  : “Ih! Tak sopan sekali kau bicara seperti itu. Tahu apa kau tentang masalah hidup. Kau hanya bisa dipajang di toko-toko loakan dan hanya akan keluar jika ada seorang anak frustasi tentang memilih buku matematika atau fisika, dan memilihmu karena dua pilihan itu terlihat mengerikan!”(mulai tersinggung)
Buku   : “Jangan terlalu banyak berkhayal. Aku ini tentu saja lebih berpengalaman darimu. Kau lahir tahun berapa?”
Orang  : “Tahun 1949. Sekarang usiaku sudah 63 tahun, tahu!”
Buku   : “Puih, masih muda kau itu!” (terdengar sesumbar)
Orang  : “Apa maksudmu, Heh? Memangnya kau lebih tua dari aku?”
Buku   : “Tentu saja. Buka saja aku. Dasar kau ini sudah lama memilikiku masih saja tak pernah menyentuhku untuk dibaca, hanya dijadikan teman curhat saja.”

Orang  : (membuka buku pada halaman pertama) “Hmmm…”
Buku   : “Tuh, benar kan? Kau saja yang terlalu merasa bahwa kau lebih tahu segalanya daripada aku. bahkan sepuluh tahun lebih tua darimu. Jangan pernah bicara tentang pengalaman hidup dan menyingkirkanku dari pembicaraan semacam itu. Aku tahu semuanya.”
Orang  : “Baiklah kau menang saat ini. Aku percaya kau lebih tua dan lebih tahu dari aku.” (melengos untuk menutupi rasa malu)
Buku   : “Memang apa masalahmu?”
Orang  : “Aku ini sudah berumur tapi belum juga dikaruniai cucu. Anakku satu-satunya belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Padahal dia sudah menikah selama lima belas tahun lebih. Bayangkan! selama itu mereka dapat bertahan tanpa adanya anak.” (menggelengkan kepala)
Buku   : “Mungkin itu yang disebut cinta sejati. Anak kan titipan dari Tuhan. Mungkin Tuhan belum percaya pada mereka. Hanya masalah waktu saja.” (percaya diri)
Orang  : “Benar juga katamu.tapi aku benar-benar ingin menimang cucu seperti kebanyakan teman-temanku sekarang. Aku tidak habis pikir dengan keadaan ini.”
Buku   : “Suruh saja periksa mereka berdua, mungkin ada yang mandul.”
Orang  : “Mandul? Hmmm…aku akan mengatakan ini pada mereka.”

Dua hari berselang, mereka duduk bersama lagi seperti sore itu.
Buku   : “Kenapa wajahmu suram begitu? (berhenti sejenak sembari memperhatikan Orang)Bagaimana dengan anakmu?”
Orang  : “Benar, dia mandul. Aku tidak menyangka akan mendapatkan berita buruk ini. Aku tidak mungkin mendapatkan cucu.” (terisak)
Buku   : “Ah, jangan menangis begitu. Aku punya saran lainnya. Tenang saja. Aku kan serba tahu.” (bergerak-gerak, menyingkirkan debu yang menempel pada sampulnya)
Orang  : “Kau punya saran apa lagi untukku?”
Buku   : “ Bagaimana kalau program bayi tabung?”
Orang  : “Tapi anakku mandul, apakah berhasil?”
Buku   : “Ya, aku tidak tahu pasti, kan aku bukan buku tentang masalah anak dan wanita, atau tentang bayi tabung.”
Orang  : “Katanya kau serba tahu?”
Buku   : “Eh,itu … sudahlah! Bagaimana? Bayi tabung?”
Orang  : “Aku tidak punya uang.”
Buku   : “Ah, sayang sekali.”
Orang  : “Apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar ingin memiliki cucu darinya.”
(mereka berdiam diri cukup lama, berpikir)
Buku   : “Aku ada saran yang cukup mudah untuk kau lakukan, tapi belum tentu mudah untuk anakmu.”
Orang  : “Apa? Apa?” (tersenyum antusias)
Buku   : “Setelah mendengar ini, jangan pernah salahkan ideku ya. Kau percaya padaku kan? Aku selalu tahu lho…”
Orang  : “Iya, aku tidak akan menyalahkanmu atau marah padamu.”
Buku   : “Janji?”
Orang  : “Janji!”
Buku   : “Dekatkan aku pada telingamu. Aku tidak ingin ada orang yang tahu tentang hal ini.”
Orang  : “Baik.” (mendekatkan buku pada telinganya sendiri)
Buku   : “Ssssss…”
Orang  : “APAA? Kau gila ya?”
Buku   : “Katanya kau tidak akan marah? Itu kan hanya ide. Tidak mau menggunakannya juga tidak apa-apa. Keputusan ada di tanganmu.”
Orang  : (termenung)

Sepuluh bulan kemudian ..
Orang  : “Hahha.. aku sekarang sudah punya cucu. Kau memang serba tahu. Terimakasih, Buku!”
Buku   : “Sama-sama. Sekarang kau tahu dan percaya kan kalau aku lebih tahu darimu?” (sombong)
Orang  : “Iya, maafkan aku karena meremehkanmu. Terimakasih banyak untuk yang ini. Aku senang sekali.”
Tiba-tiba ada suara tangisan dari seseorang yang berjalan mendekat sembari menggendong bayi .
Anak   : “Ini, cucu yang ayah minta!”(menangis hebat)
Orang  : “Kenapa kau menangis, Nak? Ada Apa? Seharusnya kau kan bahagia karena anak ini.” (melihat si bayi yang sekarang berada dalam gendongannya, dahinya berkerut bingung)
Anak   : “Demi ayah, demi anak ini, dan demi buku sialan di pangkuanmu itu aku rela dimadu. Sekarang kau sudah mendapatkan cucu. Aku mendapat talak tiga tepat setelah bayi itu lahir. Dia lebih memilih wanita itu, kau tahu! Apa kata Ayah dulu tentang pernikahan sebentar dan dia tidak akan melirik wanita biasa-biasa saja itu? BULLSHIT! Ambil bayi itu. Aku akan pergi dari sini.” (berlari menjauh)
Orang  : (masih mematung)
Buku   : (sampulnya berubah warna menjadi abu-abu pucat, persisi seperti wajah Orang)
Orang  : (berdiri menuju halaman depan, mengambil korek api dari saku)”Terimakasih atas saranmu yang luar biasa, Tuan Serba Tahu.”
Buku   : “Tidak (serak), kau tidak akan melakukan itu padaku. TIDAK! TIDAAAAK!!!”
Orang  : (menyalakan api, membakar buku dengan bayi dalam gendongannya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar